Quran Terjemahan Kemenag RI
shād, wal-qur`āni żiż-żikr
1. Ṣād, demi Alquran yang mengandung peringatan.
balillażīna kafarụ fī ‘izzatiw wa syiqāq
2. Tetapi orang-orang yang kafir (berada) dalam kesombongan dan permusuhan.
kam ahlaknā ming qablihim ming qarnin fa nādaw wa lāta ḥīna manāṣ
3. Betapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri.
wa ‘ajibū an jā`ahum munżirum min-hum wa qālal-kāfirụna hāżā sāḥirung każżāb
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “Orang ini adalah pesihir yang banyak berdusta.”
a ja’alal-ālihata ilāhaw wāḥidan inna hāżā lasyai`un ‘ujāb
Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.
wanṭalaqal-mala`u min-hum animsyụ waṣbirụ ‘alā ālihatikum inna hāżā lasyai`uy yurād
Lalu pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata), “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.
mā sami’nā bihāżā fil-millatil-ākhirati in hāżā illakhtilāq
Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan,
a unzila ‘alaihiż-żikru mim baininā, bal hum fī syakkim min żikrī, bal lammā yażụqụ ‘ażāb
mengapa Alquran itu diturunkan kepada Dia di antara kita?” Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Alquran-Ku, tetapi mereka belum merasakan azab(-Ku).
am ‘indahum khazā`inu raḥmati rabbikal-‘azīzil wahhāb
Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Mahaperkasa, Maha Pemberi?
am lahum mulkus-samāwāti wal-arḍi wa mā bainahumā, falyartaqụ fil-asbāb
Atau apakah mereka mempunyai kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka biarlah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit).
jundum mā hunālika mahzụmum minal-aḥzāb
(Mereka itu) kelompok besar bala tentara yang berada di sana yang akan dikalahkan.
każżabat qablahum qaumu nụḥiw wa ‘āduw wa fir’aunu żul-autād
Sebelum mereka itu, kaum Nuh, ‘Ād dan Fir’aun yang mempunyai bala tentara yang banyak, juga telah mendustakan (rasul-rasul),
wa ṡamụdu wa qaumu lụṭiw wa aṣ-ḥābul-aikah, ulā`ikal-aḥzāb
dan (begitu juga) Samud, kaum Luṭ dan penduduk Aikah. Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul).
ing kullun illā każżabar-rusula fa ḥaqqa ‘iqāb
Semua mereka itu mendustakan rasul-rasul, maka pantas mereka merasakan azab-Ku.
wa mā yanẓuru hā`ulā`i illā ṣaiḥataw wāḥidatam mā lahā min fawāq
Dan sebenarnya yang mereka tunggu adalah satu teriakan saja, yang tidak ada selanya.
wa qālụ rabbanā ‘ajjil lanā qiṭṭanā qabla yaumil-ḥisāb
Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, segerakanlah azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari perhitungan.”
iṣbir ‘alā mā yaqụlụna ważkur ‘abdanā dāwụda żal-aīd, innahū awwāb
Bersabarlah atas apa yang mereka katakan; dan ingatlah akan hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan; sungguh dia sangat taat (kepada Allah).
innā sakhkharnal-jibāla ma’ahụ yusabbiḥna bil-‘asyiyyi wal-isyrāq
Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi,
waṭ-ṭaira maḥsyụrah, kullul lahū awwāb
dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat (kepada Allah).
wa syadadnā mulkahụ wa ātaināhul-ḥikmata wa faṣlal-khiṭāb
Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.
wa hal atāka naba`ul khaṣm, iż tasawwarul-miḥrāb
Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab?
iż dakhalụ ‘alā dāwụda fa fazi’a min-hum qālụ lā takhaf, khaṣmāni bagā ba’ḍunā ‘alā ba’ḍin faḥkum bainanā bil-ḥaqqi wa lā tusyṭiṭ wahdinā ilā sawā`iṣ-ṣirāṭ
ketika mereka masuk menemui Dawud lalu dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, “Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus.
inna hāżā akhī, lahụ tis’uw wa tis’ụna na’jataw wa liya na’jatuw wāḥidah, fa qāla akfilnīhā wa ‘azzanī fil-khiṭāb
Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, “Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.”
qāla laqad ẓalamaka bisu`āli na’jatika ilā ni’ājih, wa inna kaṡīram minal-khulaṭā`i layabgī ba’ḍuhum ‘alā ba’ḍin illallażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti wa qalīlum mā hum, wa ẓanna dāwụdu annamā fatannāhu fastagfara rabbahụ wa kharra rāki’aw wa anāb
Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.
fa gafarnā lahụ żālik, wa inna lahụ ‘indanā lazulfā wa ḥusna ma`āb
Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik.
yā dāwụdu innā ja’alnāka khalīfatan fil-arḍi faḥkum bainan-nāsi bil-ḥaqqi wa lā tattabi’il-hawā fa yuḍillaka ‘an sabīlillāh, innallażīna yaḍillụna ‘an sabīlillāhi lahum ‘ażābun syadīdum bimā nasụ yaumal-ḥisāb
(Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”
wa mā khalaqnas-samā`a wal-arḍa wa mā bainahumā bāṭilā, żālika ẓannullażīna kafarụ fa wailul lillażīna kafarụ minan-nār
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.
am naj’alullażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti kal-mufsidīna fil-arḍi am naj’alul-muttaqīna kal-fujjār
Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami mengangggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat?
kitābun anzalnāhu ilaika mubārakul liyaddabbarū āyātihī wa liyatażakkara ulul-albāb
Kitab (Alquran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.
wa wahabnā lidāwụda sulaimān, ni’mal-‘abd, innahū awwāb
Dan kepada Dawud Kami karuniakan (anak bernama) Sulaiman; dia adalah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).
iż ‘uriḍa ‘alaihi bil-‘asyiyyiṣ-ṣāfinātul-jiyād
(Ingatlah) ketika suatu sore dipertunjukkan kepadanya (kuda-kuda) yang jinak, (tetapi) sangat cepat larinya,
fa qāla innī aḥbabtu ḥubbal-khairi ‘an żikri rabbī, ḥattā tawārat bil-ḥijāb
maka dia berkata, “Sesungguhnya aku menyukai segala yang baik (kuda), yang membuat aku ingat akan (kebesaran) Tuhanku, sampai matahari terbenam.”
ruddụhā ‘alayy, fa ṭafiqa mas-ḥam bis-sụqi wal-a’nāq
“Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku.” Lalu dia mengusap-usap kaki dan leher kuda itu.
wa laqad fatannā sulaimāna wa alqainā ‘alā kursiyyihī jasadan ṡumma anāb
Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat.
qāla rabbigfir lī wa hab lī mulkal lā yambagī li`aḥadim mim ba’dī, innaka antal-wahhāb
Dia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.”
fa sakhkharnā lahur-rīḥa tajrī bi`amrihī rukhā`an ḥaiṡu aṣāb
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut perintahnya ke mana saja yang dikehendakinya,
wasy-syayāṭīna kulla bannā`iw wa gawwāṣ
dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam,
wa ākharīna muqarranīna fil-aṣfād
dan (setan) lain yang terikat dalam belenggu.
hāżā ‘aṭā`unā famnun au amsik bigairi ḥisāb
Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) tanpa perhitungan.
wa inna lahụ ‘indanā lazulfā wa ḥusna ma`āb
Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.
ważkur ‘abdanā ayyụb, iż nādā rabbahū annī massaniyasy-syaiṭānu binuṣbiw wa ‘ażāb
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.”
urkuḍ birijlik, hāżā mugtasalum bāriduw wa syarāb
(Allah berfirman), “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”
wa wahabnā lahū ahlahụ wa miṡlahum ma’ahum raḥmatam minnā wa żikrā li`ulil-albāb
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.
wa khuż biyadika ḍigṡan faḍrib bihī wa lā taḥnaṡ, innā wajadnāhu ṣābirā, ni’mal-‘abd, innahū awwāb
Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).
ważkur ‘ibādanā ibrāhīma wa is-ḥāqa wa ya’qụba ulil-aidī wal-abṣār
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi).
innā akhlaṣnāhum bikhāliṣatin żikrad-dār
Sungguh, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan) akhlak yang tinggi kepadanya yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
wa innahum ‘indanā laminal-muṣṭafainal-akhyār
Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.
ważkur ismā’īla walyasa’a wa żal-kifl, wa kullum minal-akhyār
Dan ingatlah Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang terbaik.
hāżā żikr, wa inna lil-muttaqīna laḥusna ma`āb
Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sungguh, bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) tempat kembali yang terbaik,
jannāti ‘adnim mufattaḥatal lahumul-abwāb
(yaitu) surga ‘Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka,
muttaki`īna fīhā yad’ụna fīhā bifākihating kaṡīratiw wa syarāb
di dalamnya mereka bersandar (di atas dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman (di surga itu).
wa ‘indahum qāṣirātuṭ-ṭarfi atrāb
dan di samping mereka (ada bidadari-bidadari) yang redup pandangannya dan sebaya umurnya.
hāżā mā tụ’adụna liyaumil-ḥisāb
Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari perhitungan.
inna hāżā larizqunā mā lahụ min nafād
Sungguh, inilah rezeki dari Kami yang tidak ada habis-habisnya.
hāżā, wa inna liṭ-ṭāgīna lasyarra ma`āb
Beginilah (keadaan mereka). Dan sungguh, bagi orang-orang yang durhaka pasti (disediakan) tempat kembali yang buruk,
jahannam, yaṣlaunahā, fa bi`sal-mihād
(yaitu) neraka Jahanam yang mereka masuki; maka itulah seburuk-buruk tempat tinggal.
hāżā falyażụqụhu ḥamīmuw wa gassāq
Inilah (azab neraka), maka biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin,
wa ākharu min syaklihī azwāj
dan berbagai macam (azab) yang lain yang serupa itu.
hāżā faujum muqtaḥimum ma’akum, lā mar-ḥabam bihim, innahum ṣālun-nār
(Dikatakan kepada mereka), “Ini rombongan besar (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka).” Tidak ada ucapan selamat datang bagi mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka (kata pemimpin-pemimpin mereka).
qālụ bal antum lā mar-ḥabam bikum, antum qaddamtumụhu lanā, fa bi`sal-qarār
(Para pengikut mereka menjawab), “Sebenarnya kamulah yang (lebih pantas) tidak menerima ucapan selamat datang, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka itulah seburuk-buruk tempat menetap.”
qālụ rabbanā mang qaddama lanā hāżā fa zid-hu ‘ażāban ḍi’fan fin-nār
Mereka berkata (lagi), “Ya Tuhan kami, barangsiapa menjerumuskan kami ke dalam (azab) ini, maka tambahkanlah azab kepadanya dua kali lipat di dalam neraka.”
wa qālụ mā lanā lā narā rijālang kunnā na’udduhum minal-asyrār
Dan (orang-orang durhaka) berkata, “Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat (hina).
attakhażnāhum sikhriyyan am zāgat ‘an-humul-abṣār
Dahulu kami menjadikan mereka olok-olokan, ataukah karena penglihatan kami yang tidak melihat mereka?”
inna żālika laḥaqqun takhāṣumu ahlin-nār
Sungguh, yang demikian benar-benar terjadi, (yaitu) pertengkaran di antara penghuni neraka.
qul innamā ana munżiruw wa mā min ilāhin illallāhul-wāḥidul-qahhār
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa,
rabbus-samāwāti wal-arḍi wa mā bainahumal-‘azīzul-gaffār
(yaitu) Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Mahaperkasa, Maha Pengampun.”
qul huwa naba`un ‘aẓīm
Katakanlah, “Itu (Alquran) adalah berita besar,
antum ‘an-hu mu’riḍụn
yang kamu berpaling darinya.
mā kāna liya min ‘ilmim bil-mala`il-a’lā iż yakhtaṣimụn
Aku tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang al-malaul a’lā (malaikat) ketika mereka berbantah-bantahan.
iy yụḥā ilayya illā annamā ana nażīrum mubīn
Yang diwahyukan kepadaku, bahwa aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata.”
iż qāla rabbuka lil-malā`ikati innī khāliqum basyaram min ṭīn
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.
fa iżā sawwaituhụ wa nafakhtu fīhi mir rụḥī faqa’ụ lahụ sājidīn
Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.”
fa sajadal-malā`ikatu kulluhum ajma’ụn
Lalu para malaikat itu bersujud semuanya,
illā iblīs, istakbara wa kāna minal-kāfirīn
kecuali iblis; ia menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir.
qāla yā iblīsu mā mana’aka an tasjuda limā khalaqtu biyadayy, astakbarta am kunta minal-‘ālīn
(Allah) berfirman, “Wahai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?”
qāla ana khairum min-hu khalaqtanī min nāriw wa khalaqtahụ min ṭīn
(Iblis) berkata, “Aku lebih baik darinya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
qāla fakhruj min-hā fa innaka rajīm
(Allah) berfirman, “Kalau begitu keluarlah kamu dari surga! Sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk.
wa inna ‘alaika la’natī ilā yaumid-dīn
Dan sungguh, kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.”
qāla rabbi fa anẓirnī ilā yaumi yub’aṡụn
(Iblis) berkata, “Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku sampai pada hari mereka dibangkitkan.”
qāla fa innaka minal-munẓarīn
(Allah) berfirman, “Maka sesungguhnya kamu termasuk golongan yang diberi penangguhan,
ilā yaumil-waqtil-ma’lụm
sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).”
qāla fa bi’izzatika la`ugwiyannahum ajma’īn
(Iblis) menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
illā ‘ibādaka min-humul-mukhlaṣīn
kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.”
qāla fal-ḥaqqu wal-ḥaqqa aqụl
(Allah) berfirman, “Maka yang benar (adalah sumpahku), dan hanya kebenaran itulah yang Aku katakan.
la`amla`anna jahannama mingka wa mim man tabi’aka min-hum ajma’īn
Sungguh, Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan kamu dan dengan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya.”
qul mā as`alukum ‘alaihi min ajriw wa mā ana minal-mutakallifīn
Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu atasnya (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-ada.
in huwa illā żikrul lil-‘ālamīn
(Alquran) ini tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh alam.
wa lata’lamunna naba`ahụ ba’da ḥīn
Dan sungguh, kamu akan mengetahui (kebenaran) beritanya Alquran setelah beberapa waktu lagi.”
The Surah takes its name from the alphabetic letter Suad with which it begins.
As will be explained below, according to some traditions this Surah was sent down in the period when the Holy Prophet had started calling the people openly to Islam in Makkah, and this had caused great alarm among the chiefs of the Quraish. If this be true, its period of revelation would be about the 4th year of the Prophethood. According to some other traditions, it was sent down after Hadrat Umar’s embracing Islam, and this happened, as is well known, after the migration to Habash. Another chain of the traditions shows that the event which occasioned the revelation of this Surah took place during the last illness of Abu Talib. If this be correct, the period of its revelation would be the 10th or 11th year of the Prophethood.
Here is a resume of the traditions related by Imam Ahmad, Nasa’i, Tirmidhi, Ibn Jarir, Ibn Abi Shaibah, Ibn Abu Hatim, Muhammad bin Ishaq and others:
When Abu Talib fell ill, and the Quraish chiefs knew that his end was near, they held consultations and decided to approach the old chief with the request that he should solve the dispute between them and his nephew. For they feared that if Abu Talib died and then they subjected Muhammad (upon whom be Allah’s peace) to a harsh treatment, after his death, the Arabs would taunt them, saying, “They were afraid of the old chief as long as he lived now that he is dead they have started maltreating his nephew.” At least 25 of the Quraish chiefs including Abu Jahl, Abu Sufyan, Umayyah bin Khalaf, As bin Wa’il, Aswad bin al-Muttalib, ‘Uqbah bin Abi Mu’ait, Utbah and Shaibah went to Abu Talib. First, they put before him their complaints against the Holy Prophet as usual, then said, “We have come to present before you a just request and it is this : let your nephew leave us to our religion, and we shall leave him to his. He may worship whomever he may please: we shall not stand in his way
in this matter; but he should not condemn our gods, and should not try to force us to give them up. Please tell him to make terms with us on this condition”. Abu Talib called the Holy Prophet and said, “Dear nephew, these people of your tribe have come to me with a request. They want you to agree with them on a just matter so as to put an end to your dispute with them.” Then he told him about the request of the chiefs of the Quraish. The Holy Prophet replied, “Dear uncle: I shall request them to agree upon a thing which, if they accept, will enable them to conquer the whole of Arabia and subject the non-Arab world to their domination. “Hearing this the people were first confounded; they did not know how they should turn down such a proposal. Then, after they had considered the matter, they replied: “You speak of one word: we are prepared to repeat ten others like it, but please tell us what it is.” The Holy Prophet said: La ilaha ill-Allah. At this they got up all together
and left the place saying what Allah has narrated in the initial part of this Surah.
Ibn Sa’d in his Tabaqat has related this event just as cited above, but, according to him, this did not happen during Abu Talibs last illness but at the time when the Holy Prophet had started preaching Islam openly, and the news of the conversion of one person or the other was being heard almost daily in Makkah. In those days the Quraish chiefs had led several deputations to Abu Talib and had asked him to stop Muhammad (upon whom be Allah’s peace and blessings) from preaching his message, and it was with one of those deputations that this conversation had taken place.
Zamakhshari, Razi, Nisaburi ond some other commentators say that this deputation went to Abu Talib at the time then the chiefs of the Quraish had been upset at Hadrat Umar’s embracing Islam; but no reference to its basis is available in any book of the traditions, nor have these commentators cited the source of their this information. However, if it be true, it is understand able. For the unbelieving Quraish had already been bewildered to see that the person who had arisen from among themselves with the message of Islam had no parallel in the entire tribe as regarded nobility, purity of character, wisdom and seriousness. Moreover, his right hand man and chief supporter was a man like Abu Bakr, who was well known in and around Makkah as a gentle, righteous and brilliant man. Now when they might have seen that a brave and resolute man like Umar also had joined them, they must have felt that the danger was growing and becoming intolerable.
The Surah begins with a review of the aforesaid meeting. Making the dialogue between the Holy Prophet and the disbelievers the basis, Allah says that the actual reason with those people for their denial is not any defect in the message of Islam but their own arrogance, jealousy and insistence on following the blind. They are not prepared to believe in a man from their own clan as a Prophet of God and follow him. They want to persist in the ideas of ignorance which they have found their ancestors following. And when a person exposes their this ignorance and presents the truth before them, they are alarmed and regard it as an oddity, rather as a novel and impossible thing. For them the concept of Tauhid and the Hereafter is not only an unacceptable creed but also a concept which only deserves to be ridiculed and mocked.
Then, Allah, both in the initial part of the Surah and in its last sentences, has precisely warned the disbelievers, as if to say, “The man whom you are ridiculing today and whose guidance you reject will soon overpower you,and the time is not far when in this very city of Makkah, where you are persecuting him, he will overwhelm you completely.”
Then describing nine of the Prophets, one after the other, with greater details of the story of the Prophets David and Solomon; Allah has emphasized the point that His Law of Justice is impartial and objective, that only the right attitude of man is acceptable to Him, that He calls to account and punishes every wrongdoer who. ever he be, and that He likes only those people who do not persist in wrongdoing but repent as soon as they are warned of it, and pass their life in the world keeping in mind their accountability in the Hereafter.
After this, the final end that the obedient servants and the disobedient people will meet in the Hereafter, has been depicted, and two things have been especially impressed on the disbelievers:(1) That the leaders and guides whom the ignorant people are following blindly in the world, on the way of deviation, will have reached Hell even before their followers in the Hereafter, and the two groups will be cursing each other there; and (2) that the disbelievers will be amazed to see that there is no trace whatever in Hell of the believers whom they used to regard as contemptible in the world and will themselves be involved in its torment.
In conclusion, mention has been made of the story of Adam and Iblis (Satan), which is meant to tell the disbelieving Quraish that the same arrogance and vanity which was preventing them from bowing before Muhammad (upon whom be Allah’s peace) had prevented Iblis also from bowing before Adam. Iblis felt jealous of the high rank God had given to Adam and became accursed when he disobeyed His Command. Likewise, “You, O people of Quraish, are feeling jealous of the high rank God has bestowed on Muhammad (upon whom be Allah’s peace) and are not prepared to obey him whom God has appointed His messenger. Therefore, you will be doomed ultimately to the same fate as will be met by Satan.”