Quran Terjemahan Kemenag RI
iżā waqa’atil-wāqi’ah
Apabila terjadi hari Kiamat,
laisa liwaq’atihā kāżibah
terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).
khāfiḍatur rāfi’ah
(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).
iżā rujjatil-arḍu rajjā
Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya,
wa bussatil-jibālu bassā
dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya,
fa kānat habā`am mumbaṡṡā
maka jadilah ia debu yang berterbangan,
wa kuntum azwājan ṡalāṡah
dan kamu menjadi tiga golongan,
fa aṣ-ḥābul-maimanati mā aṣ-ḥābul-maimanah
yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu,
wa aṣ-ḥābul-masy`amati mā aṣ-ḥābul-masy`amah
dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu,
was-sābiqụnas-sābiqụn
dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).
ulā`ikal-muqarrabụn
mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah),
fī jannātin-na’īm
Berada dalam surga kenikmatan,
ṡullatum minal-awwalīn
segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
wa qalīlum minal-ākhirīn
dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.
‘alā sururim mauḍụnah
mereka berada di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas dan permata,
muttaki`īna ‘alaihā mutaqābilīn
mereka bersandar di atasnya berhadap-hadapan.
yaṭụfu ‘alaihim wildānum mukhalladụn
Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
bi`akwābiw wa abārīqa wa ka`sim mim ma’īn
dengan membawa gelas, cerek dan gelas besar (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir,
lā yuṣadda’ụna ‘an-hā wa lā yunzifụn
mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
wa fākihatim mimmā yatakhayyarụn
dan buah-buahan apa pun yang mereka pilih,
wa laḥmi ṭairim mimmā yasytahụn
dan daging burung apa pun yang mereka inginkan.
wa ḥụrun ‘īn
dan ada bidadari-bidadari yang bermata indah,
ka`amṡālil-lu`lu`il-maknụn
laksana mutiara yang tersimpan baik.
jazā`am bimā kānụ ya’malụn
Sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan.
lā yasma’ụna fīhā lagwaw wa lā ta`ṡīmā
Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun yang menimbulkan dosa,
illā qīlan salāman salāmā
tetapi mereka mendengar ucapan salam.
wa aṣ-ḥābul-yamīni mā aṣ-ḥābul-yamīn
Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.
fī sidrim makhḍụd
(Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,
wa ṭal-ḥim manḍụd
dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),
wa ẓillim mamdụd
dan naungan yang terbentang luas,
wa mā`im maskụb
dan air yang mengalir terus-menerus,
wa fākihating kaṡīrah
dan buah-buahan yang banyak,
lā maqṭụ’atiw wa lā mamnụ’ah
yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya,
wa furusyim marfụ’ah
dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
innā ansya`nāhunna insyā`ā
Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung,
fa ja’alnāhunna abkārā
lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan,
‘uruban atrābā
yang penuh cinta (dan) sebaya umurnya,
li`aṣ-ḥābil-yamīn
untuk golongan kanan,
ṡullatum minal-awwalīn
segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
wa ṡullatum minal-ākhirīn
dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian.
wa aṣ-ḥābusy-syimāli mā aṣ-ḥābusy-syimāl
Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
fī samụmiw wa ḥamīm
(Mereka) dalam siksaan angin yang sangat panas dan air yang mendidih,
wa ẓillim miy yaḥmụm
dan naungan asap yang hitam,
lā bāridiw wa lā karīm
tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
innahum kānụ qabla żālika mutrafīn
Sesungguhnya mereka sebelum itu (dahulu) hidup bermewah-mewah,
wa kānụ yuṣirrụna ‘alal-ḥinṡil-‘aẓīm
dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar,
wa kānụ yaqụlụna a iżā mitnā wa kunnā turābaw wa ‘iẓāman a innā lamab’ụṡụn
dan mereka berkata, “Apabila kami sudah mati, menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?
a wa ābā`unal-awwalụn
Apakah nenek moyang kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?”
qul innal-awwalīna wal-ākhirīn
Katakanlah, “(Ya), sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian,
lamajmụ’ụna ilā mīqāti yaumim ma’lụm
pasti semua akan dikumpulkan pada waktu tertentu, pada hari yang sudah dimaklumi.
ṡumma innakum ayyuhaḍ-ḍāllụnal-mukażżibụn
Kemudian sesungguhnya kamu, wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan!
la`ākilụna min syajarim min zaqqụm
pasti akan memakan pohon zaqqum,
fa māli`ụna min-hal-buṭụn
Maka akan penuh perutmu dengannya.
fa syāribụna ‘alaihi minal-ḥamīm
Setelah itu kamu akan memimun air yang sangat panas.
fa syāribụna syurbal-hīm
Maka kamu minum seperti unta (yang sangat haus) minum.
hāżā nuzuluhum yaumad-dīn
Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan.”
naḥnu khalaqnākum falau lā tuṣaddiqụn
Kami telah menciptakan kamu, mengapa kamu tidak membenarkan (hari berbangkit)?
a fa ra`aitum mā tumnụn
Maka adakah kamu perhatikan, tentang (benih manusia) yang kamu pancarkan.
a antum takhluqụnahū am naḥnul-khāliqụn
Kamukah yang menciptakannya, ataukah Kami penciptanya?
naḥnu qaddarnā bainakumul-mauta wa mā naḥnu bimasbụqīn
Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah,
‘alā an nubaddila amṡālakum wa nunsyi`akum fī mā lā ta’lamụn
untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan membangkitkan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
wa laqad ‘alimtumun-nasy`atal-ụlā falau lā tażakkarụn
Dan sungguh, kamu telah tahu penciptaan yang pertama, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
a fa ra`aitum mā taḥruṡụn
Pernahkah kamu perhatikan benih yang kamu tanam?
a antum tazra’ụnahū am naḥnuz-zāri’ụn
Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkan?
lau nasyā`u laja’alnāhu huṭāman fa ẓaltum tafakkahụn
Sekiranya Kami kehendaki, niscaya Kami hancurkan sampai lumat; maka kamu akan heran tercengang,
innā lamugramụn
(sambil berkata), “Sungguh, kami benar-benar menderita kerugian,
bal naḥnu mahrụmụn
bahkan kami tidak mendapat hasil apa pun.”
a fa ra`aitumul-mā`allażī tasyrabụn
Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum?
a antum anzaltumụhu minal-muzni am naḥnul-munzilụn
Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?
lau nasyā`u ja’alnāhu ujājan falau lā tasykurụn
Sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin, mengapa kamu tidak bersyukur?
a fa ra`aitumun-nārallatī tụrụn
Maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan (dengan kayu)?
a antum ansya`tum syajaratahā am naḥnul-munsyi`ụn
Kamukah yang menumbuhkan kayu itu ataukah Kami yang menumbuhkan?
naḥnu ja’alnāhā tażkirataw wa matā’al lil-muqwīn
Kami menjadikannya (api itu) untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir.
fa sabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.
fa lā uqsimu bimawāqi’in-nujụm
Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
wa innahụ laqasamul lau ta’lamụna ‘aẓīm
Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui,
innahụ laqur`ānung karīm
dan (ini) sesungguhnya Alquran yang sangat mulia,
fī kitābim maknụn
dalam Kitab yang terpelihara (Lauḥ Maḥfūẓ),
lā yamassuhū illal-muṭahharụn
tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.
tanzīlum mir rabbil-‘ālamīn
Diturunkan dari Tuhan seluruh alam.
a fa bihāżal-ḥadīṡi antum mud-hinụn
Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Alquran)?
wa taj’alụna rizqakum annakum tukażżibụn
dan kamu menjadikan rezeki yang kamu terima (dari Allah) justru untuk mendustakan(-Nya).
falau lā iżā balagatil-ḥulqụm
Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai di kerongkongan,
wa antum ḥīna`iżin tanẓurụn
dan kamu ketika itu melihat,
wa naḥnu aqrabu ilaihi mingkum wa lākil lā tubṣirụn
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat,
falau lā ing kuntum gaira madīnīn
maka mengapa jika kamu memang tidak dikuasai (oleh Allah),
tarji’ụnahā ing kuntum ṣādiqīn
kamu tidak mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang yang benar?
fa ammā ing kāna minal-muqarrabīn
Jika dia (orang yang mati) itu termasuk yang didekatkan (kepada Allah),
fa rauḥuw wa raiḥānuw wa jannatu na’īm
maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga (yang penuh) kenikmatan.
wa ammā ing kāna min aṣ-ḥābil-yamīn
Dan jika dia termasuk golongan kanan,
fa salāmul laka min aṣ-ḥābil-yamīn
maka, “Salam bagimu (wahai) dari golongan kanan!” (sambut malaikat).
wa ammā ing kāna minal-mukażżibīnaḍ-ḍāllīn
Namun jika dia termasuk golongan yang mendustakan dan sesat,
fa nuzulum min ḥamīm
maka dia disambut siraman air yang mendidih,
wa taṣliyatu jaḥīm
dan dibakar di dalam neraka.
inna hāżā lahuwa ḥaqqul-yaqīn
Sungguh, inilah keyakinan yang benar.
fa sabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.
The Surah takes its name from the word al-waqi\`ah of the very first verse.
According to the chronological order that Hadrat Abdullah bin Abbas has given of the Surahs, first Surah Ta Ha was sent down, then Al-Waqi’ah and then Ash-Shu\`ara'(Suyuti: Al-Itqan). The same sequence has been reported from Ikrimah (Baihaqi: Dala’il an Nubuwwat).
This is supported also by the story that Ibn Hisham has related from Ibn Ishaq about the affirmation of the Faith by Hadrat Umar (may Allah be pleased with him). It says that when Hadarat Umar entered his sister’s house, Surah Ta Ha was being recited. Hearing his voice the people of the house hid the pages of the Qur’an. Hadrat Umar first seized his brother-in-law and then his sister rose in defense of her husband, he hit her also and wounded her on the head. When Umar saw blood on his sister, he was sorry for what he had done, and said to her: “Show me the manuscript that you have concealed so that I may see what it contains.” The sister said: “You are unclean because of your polytheism: wa anna-hu la yamassu-ha ill-at-tahir : “Only a clean person can touch it.” So, Hadrat Umar rose and washed himself, and then took up the manuscript to read it. This shows that Surah Al-Waqi’ah had been sent down by that time for it contains the verse: La yamassu hu ill al
mutahharun ; and it had been established historically that Hadrat Umar embraced Islam after the first migration to Habash, in the fifth year of the Prophethood.
Its theme is the Hereafter, Tauhid and refutation of the Makkan disbelievers’ suspicions about the Qur’an. What they regarded as utterly incredible was that Resurrection would ever take place, then the entire system of the earth and heavens would be upset, and when all the dead would be resurrected and called to account, after which the righteous would be admitted to Paradise and the wicked cast into Hell. They regarded all this as imaginary, which could not possibly happen in actual fact. In answer to this, it was said: “When the inevitable event will take place, there will be none to belie its happening, nor will anyone have the Power to avert it, nor prove it to, be an unreal happening. At that time all peoples will be divided into three classes: (1) The foremost in rank and position; (2) the common righteous people and (3) those who denied the Hereafter and persisted in disbelief and polytheism and major sins till the last.” How these three classes of the people will
be rewarded and punished has been described in detail in vv. 7-56.
Then, in vv. 57-74 arguments have been given, one after the other, to prove the truth of the two basic doctrines of Islam, which the disbelievers were refusing to accept, viz. the doctrines of Tauhid and the Hereafter. In these arguments, apart from every thing else that exists in the earth and heavens, man’s attention has been drawn to his own body and to the food that he eats and to the water that he drinks and to the fire on which he cooks his food, and he has been invited to ponder the question : What right do you have to behave independently of, or serve any other than, the God Whose creative power has brought you into being, and Whose provisions sustain you And how can you entertain the idea that after having once brought you into existence He has become so helpless and powerless that He cannot recreate you once again even if he wills to?
Then, in vv. 75-82 their suspicions in respect of the Qur’an have been refuted and they have been made to realize how fortunate they are that instead of deriving any benefit from the great blessing that the Qur’an is, they are treating it with scant attention and have set only this share of theirs in it that they deny it. If one seriously considers this matchless argument that has been presented in two brief sentences about the truth of the Qur’an, one will find in it the same kind of firm and stable system as exists among the stars and planets of the Universe, and the same is the proof of the fact that its Author is the same Being Who has created the Universe. Then the disbelievers have been told that this Book is inscribed in that Writ of Destiny which is beyond the reach of the creatures, as if to say “You think it is brought down by the devils to Muhammad (peace and blessings of Allah be upon him), whereas none but the pure angels has any access to the means by which it
reaches Muhammad (peace and blessings of Allah be upon him) from the well guarded Tablet.”
In conclusion, man has been warned, as if to say: “You may brad and boast as you like and may shut your eyes to the truths in your arrogance of independence, but death is enough to open your eyes. At death you become helpless: you cannot save your own parents; you cannot save your children; you cannot save your religious guided and beloved leaders. They all die in front of your vary eyes while you look on helplessly. If there is no supreme power ruling over you, and your this assumption is correct that you are all in all in the world, and there is no God, then why don’t you restore to the dying person his soul?Just as you are helpless in this, so it is also beyond your power to stop Allah from calling the people to account and mete out rewards and punishments to them. You may or may not believe it, but every dying person will surely see his own end after death. If he belongs to those nearest to God, he will see the good end meant for them if he be from among the righteous, he
will see the end prepared for the righteous; and if he be from among the deniers of the truth, he will see the end destined for the criminals.