Quran Terjemahan Kemenag RI
kaf hā yā ‘aīn ṣad
Kāf Hā Yā` ‘Aīn Ṣād.
żikru raḥmati rabbika ‘abdahu zakariyyā
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,
iż nādā rabbahu nida`an khafiyyā
(yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
qāla rabbi innī wahanal-‘aẓmu minnī wasyta’alar-ra`su syaibaw wa lam akum bidu’a`ika rabbi syaqiyyā
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah melemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, sedang aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.
wa innī khiftul-mawāliya miw wara`ī wa kānatimra`atī ‘āqiran fa hab lī mil ladungka waliyyā
Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu,
yariṡunī wa yariṡu min āli ya’quba waj’al-hu rabbi raḍiyyā
yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
yā zakariyya innā nubasysyiruka bigulāminismuhu yaḥyā lam naj’al lahu ming qablu samiyyā
(Allah berfirman), “Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.
qāla rabbi annā yakunu lī gulāmuw wa kānatimra`atī ‘āqiraw wa qad balagtu minal-kibari ‘itiyyā
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?”
qāla każālik, qāla rabbuka huwa ‘alayya hayyinuw wa qad khalaqtuka ming qablu wa lam taku syai`ā
(Allah) berfirman, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”
qāla rabbij’al lī āyah, qāla āyatuka allā tukalliman-nāsa ṡalāṡa layālin sawiyyā
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Allah) berfirman, “Tandamu ialah engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal engkau sehat.”
fa kharaja ‘alā qaumihī minal-miḥrābi fa auḥa ilaihim an sabbiḥu bukrataw wa ‘asyiyyā
Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.
yā yaḥyā khużil-kitāba biquwwah, wa ātaināhul-ḥukma ṣabiyyā
“Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak,
wa ḥanānam mil ladunnā wa zakāh, wa kāna taqiyyā
dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia adalah seorang yang bertakwa,
wa barram biwālidaihi wa lam yakun jabbāran ‘aṣiyyā
dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan pula) orang yang durhaka.
wa salāmun ‘alaihi yauma wulida wa yauma yamutu wa yauma yub’aṡu ḥayyā
Dan kesejahteraan bagi dirinya pada hari lahirnya, pada hari wafatnya, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.
ważkur fil-kitābi maryam, iżintabażat min ahlihā makānan syarqiyyā
Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Kitab (Alquran), (yaitu) ketika dia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitul-maqdis),
fattakhażat min dunihim ḥijābā, fa arsalna ilaihā ruḥanā fa tamaṡṡala lahā basyaran sawiyyā
lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.
qālat innī a’użu bir-raḥmāni mingka ing kunta taqiyyā
Dia (Maryam) berkata, “Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.”
qāla innama ana rasulu rabbiki li`ahaba laki gulāman zakiyyā
Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu berupa seorang anak laki-laki yang suci.”
qālat annā yakunu lī gulāmuw wa lam yamsasnī basyaruw wa lam aku bagiyyā
Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!”
qāla każālik, qāla rabbuki huwa ‘alayya hayyin, wa linaj’alahū āyatal lin-nāsi wa raḥmatam minnā, wa kāna amram maqḍiyyā
Dia (Jibril) berkata, “Demikanlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda (kebesaran Allah) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan.”
fa ḥamalat-hu fantabażat bihī makānang qaṣiyyā
Maka dia (Maryam) mengandung, lalu dia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.
fa aja`ahal-makhāḍu ilā jiż’in-nakhlah, qālat yā laitanī mittu qabla hāżā wa kuntu nas-yam mansiyyā
Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata, “Wahai, alangkah (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.”
fa nādāhā min taḥtiha allā taḥzanī qad ja’ala rabbuki taḥtaki sariyyā
Maka dia (Jibril) berseru kepadanya dari tempat yang rendah, “Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.
wa huzzī ilaiki bijiż’in-nakhlati tusāqiṭ ‘alaiki ruṭaban janiyyā
Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.
fa kulī wasyrabī wa qarrī ‘ainā, fa immā tarayinna minal-basyari aḥadan fa qulī innī nażartu lir-raḥmāni ṣauman fa lan ukallimal-yauma insiyyā
Maka makan, minum dan bersenanghatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.”
fa atat bihī qaumahā taḥmiluh, qālu yā maryamu laqad ji`ti syai`an fariyyā
Kemudian dia (Maryam) membawa dia (bayi itu) kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, “Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat mungkar.
ya ukhta hāruna mā kāna abukimra`a sau`iw wa mā kānat ummuki bagiyyā
Wahai sauadara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina.”
fa asyārat ilaīh, qālu kaifa nukallimu mang kāna fil-mahdi ṣabiyyā
Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?”
qāla innī ‘abdullāh, ātāniyal-kitāba wa ja’alanī nabiyyā
Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi,
wa ja’alanī mubārakan aina mā kuntu wa auṣānī biṣ-ṣalāti waz-zakāti mā dumtu ḥayyā
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
wa barram biwālidatī wa lam yaj’alnī jabbāran syaqiyyā
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
was-salāmu ‘alayya yauma wulittu wa yauma amutu wa yauma ub’aṡu ḥayyā
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
żālika ‘īsabnu maryam, qaulal-ḥaqqillażī fīhi yamtarun
Itulah Isa putra Maryam, (yang mengatakan) perkataan yang benar, yang mereka ragukan kebenarannya.
mā kāna lillāhi ay yattakhiża miw waladin sub-ḥānah, iżā qaḍa amran fa innamā yaqulu lahu kun fa yakun
Tidak patut bagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.
wa innallāha rabbī wa rabbukum fa’buduh, hāżā ṣirāṭum mustaqīm
(Isa berkata), “Dan sesungguhnya Allah itu Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.”
fakhtalafal-aḥzābu mim bainihim, fa wailul lillażīna kafaru mim masy-hadi yaumin ‘aẓīm
Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka (Yahudi dan Nasrani). Maka celakalah orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang agung!
asmi’ bihim wa abṣir yauma ya`tunanā lākiniẓ-ẓālimunal-yauma fī ḍalālim mubīn
Alangkah tajam pendengaran mereka dan alangkah terang penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata.
wa anżir-hum yaumal-ḥasrati iż quḍiyal-amr, wa hum fī gaflatiw wa hum lā yu`minun
Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus, sedang mereka dalam kelalaian dan mereka tidak beriman.
innā naḥnu nariṡul-arḍa wa man ‘alaihā wa ilainā yurja’un
Sesungguhnya Kamilah yang mewarisi bumi dan semua yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kami mereka dikembalikan.
ważkur fil-kitābi ibrāhīm, innahu kāna ṣiddīqan nabiyyā
Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Kitab (Alquran), sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran, dan seorang nabi.
iż qāla li`abīhi ya abati lima ta’budu mā lā yasma’u wa lā yubṣiru wa lā yugnī ‘angka syai`ā
(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?
ya abati innī qad ja`anī minal-‘ilmi mā lam ya`tika fattabi’nī ahdika ṣirāṭan sawiyyā
Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.
ya abati lā ta’budisy-syaiṭān, innasy-syaiṭāna kāna lir-raḥmāni ‘aṣiyyā
Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh, setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
ya abati innī akhāfu ay yamassaka ‘ażābum minar-raḥmāni fa takuna lisy-syaiṭāni waliyyā
Wahai ayahku! Sungguh aku khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi setan.”
qāla a rāgibun anta ‘an ālihatī ya ibrāhīm, la`il lam tantahi la`arjumannaka wahjurnī maliyyā
Dia (ayahnya) berkata, “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.”
qāla salāmun ‘alaīk, sa`astagfiru laka rabbī, innahu kāna bī ḥafiyyā
Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.
wa a’tazilukum wa mā tad’una min dunillāhi wa ad’u rabbī ‘asa alla akuna bidu’a`i rabbī syaqiyyā
Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.”
fa lamma’tazalahum wa mā ya’buduna min dunillāhi wahabnā lahū is-ḥāqa wa ya’qub, wa kullan ja’alnā nabiyyā
Maka ketika dia (Ibrahim) sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak dan Yakub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi.
wa wahabnā lahum mir raḥmatinā wa ja’alnā lahum lisāna ṣidqin ‘aliyyā
Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia.
ważkur fil-kitābi musa innahu kāna mukhlaṣaw wa kāna rasulan nabiyyā
Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Musa di dalam Kitab (Alquran). Dia benar benar orang yang terpilih, seorang rasul dan nabi.
wa nādaināhu min jānibiṭ-ṭuril-aimani wa qarrabnāhu najiyyā
Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung (Sinai) dan Kami dekatkan dia untuk bercakap-cakap.
wa wahabnā lahu mir raḥmatina akhāhu hāruna nabiyyā
Dan Kami telah menganugerahkan sebagian rahmat Kami kepadanya, yaitu (bahwa) saudaranya, Harun, menjadi seorang nabi.
ważkur fil-kitābi ismā’īla innahu kāna ṣādiqal-wa’di wa kāna rasulan nabiyyā
Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ismail di dalam Kitab (Alquran). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi.
wa kāna ya`muru ahlahu biṣ-ṣalāti waz-zakāti wa kāna ‘inda rabbihī marḍiyyā
Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridai di sisi Tuhannya.
ważkur fil-kitābi idrīsa innahu kāna ṣiddīqan nabiyyā
Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Idris di dalam Kitab (Alquran). Sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi,
wa rafa’nāhu makānan ‘aliyyā
dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
ula`ikallażīna an’amallāhu ‘alaihim minan-nabiyyīna min żurriyyati ādama wa mim man ḥamalnā ma’a nuḥiw wa min żurriyyati ibrāhīma wa isra`īla wa mim man hadainā wajtabainā, iżā tutlā ‘alaihim āyātur-raḥmāni kharru sujjadaw wa bukiyyā
Mereka itulah orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu dari (golongan) para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil (Yakub) dan dari orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis.
fa khalafa mim ba’dihim khalfun aḍā’uṣ-ṣalāta wattaba’usy-syahawāti fa saufa yalqauna gayyā
Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan salat dan memperturutkan nafsunya, maka mereka kelak akan tersesat,
illā man tāba wa āmana wa ‘amila ṣāliḥan fa ula`ika yadkhulunal-jannata wa lā yuẓlamuna syai`ā
kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dizalimi (dirugikan) sedikit pun,
jannāti ‘adninillatī wa’adar-raḥmānu ‘ibādahu bil-gaīb, innahu kāna wa’duhu ma`tiyyā
yaitu surga Aden yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih kepada hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sungguh, (janji Allah) itu pasti ditepati.
lā yasma’una fīhā lagwan illā salāmā, wa lahum rizquhum fīhā bukrataw wa ‘asyiyyā
Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang tidak berguna, kecuali (ucapan) salam. Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang.
tilkal-jannatullatī nuriṡu min ‘ibādinā mang kāna taqiyyā
Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.
wa mā natanazzalu illā bi`amri rabbik, lahu mā baina aidīnā wa mā khalfanā wa mā baina żālika wa mā kāna rabbuka nasiyyā
Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada dihadapan kita, yang ada di belakang kita dan segala yang ada di antara keduanya, dan Tuhanmu tidak lupa.
rabbus-samāwāti wal-arḍi wa mā bainahumā fa’bud-hu waṣṭabir li’ibādatih, hal ta’lamu lahu samiyyā
(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?
wa yaqulul-insānu a iżā mā mittu lasaufa ukhraju ḥayyā
Dan orang (kafir) berkata, “Betulkah apabila aku telah mati, kelak aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan hidup kembali?”
a wa lā yażkurul-insānu annā khalaqnāhu ming qablu wa lam yaku syai`ā
Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, padahal (sebelumnya) dia belum berwujud sama sekali?
fa wa rabbika lanaḥsyurannahum wasy-syayāṭīna ṡumma lanuḥḍirannahum ḥaula jahannama jiṡiyyā
Maka demi Tuhanmu, sungguh, pasti akan Kami kumpulkan mereka bersama setan, kemudian pasti akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahanam dengan berlutut.
ṡumma lananzi’anna ming kulli syī’atin ayyuhum asyaddu ‘alar-raḥmāni ‘itiyyā
Kemudian pasti akan Kami tarik dari setiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
ṡumma lanaḥnu a’lamu billażīna hum aulā bihā ṣiliyyā
Selanjutnya Kami sungguh lebih mengetahui orang yang seharusnya (dimasukkan) ke dalam neraka.
wa im mingkum illā wāriduhā, kāna ‘alā rabbika ḥatmam maqḍiyyā
Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan.
ṡumma nunajjillażīnattaqaw wa nażaruẓ-ẓālimīna fīhā jiṡiyyā
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut.
wa iżā tutlā ‘alaihim āyātunā bayyināting qālallażīna kafaru lillażīna āmanū ayyul-farīqaini khairum maqāmaw wa aḥsanu nadiyyā
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas (maksudnya), orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Manakah di antara kedua golongan yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?”
wa kam ahlaknā qablahum ming qarnin hum aḥsanu aṡāṡaw wa ri`yā
Dan berapa banyak umat (yang ingkar) yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal mereka lebih bagus perkakas rumah tangganya dan (lebih sedap) dipandang mata.
qul mang kāna fiḍ-ḍalālati falyamdud lahur-raḥmānu maddā, ḥatta iżā ra`au mā yu’aduna immal-‘ażāba wa immas-sā’ah, fa saya’lamuna man huwa syarrum makānaw wa aḍ’afu jundā
Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa berada dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pengasih memperpanjang (waktu) baginya; sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepada mereka, baik azab maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah bala tentaranya.”
wa yazīdullāhullażīnahtadau hudā, wal-bāqiyātuṣ-ṣāliḥātu khairun ‘inda rabbika ṡawābaw wa khairum maraddā
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal kebajikan yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.
a fa ra`aitallażī kafara bi`āyātinā wa qāla la`utayanna mālaw wa waladā
Lalu apakah engkau telah melihat orang yang mengingkari ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.”
aṭṭala’al-gaiba amittakhaża ‘indar-raḥmāni ‘ahdā
Adakah dia melihat yang gaib atau dia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih?
kallā, sanaktubu mā yaqulu wa namuddu lahu minal-‘ażābi maddā
sama sekali tidak! Kami akan menulis apa yang dia katakan, dan Kami akan memperpanjang azab untuknya secara sempurna,
wa nariṡuhu mā yaqulu wa ya`tīnā fardā
dan Kami akan mewarisi apa yang dia katakan itu, dan dia akan datang kepada Kami seorang diri.
wattakhażu min dunillāhi ālihatal liyakunu lahum ‘izzā
Dan mereka telah memilih tuhan-tuhan selain Allah, agar tuhan-tuhan itu menjadi pelindung bagi mereka,
kallā, sayakfuruna bi’ibādatihim wa yakununa ‘alaihim ḍiddā
sama sekali tidak! Kelak mereka (sesembahan) itu akan mengingkari penyembahan mereka terhadapnya, dan akan menjadi musuh bagi mereka.
a lam tara anna arsalnasy-syayāṭīna ‘alal-kāfirīna ta`uzzuhum azzā
Tidakkah engkau melihat, bahwa sesungguhnya Kami telah mengutus setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk mendorong mereka (berbuat maksiat) dengan sungguh-sungguh?
fa lā ta’jal ‘alaihim, innamā na’uddu lahum ‘addā
maka janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (memintakan azab) terhadap mereka, karena Kami menghitung dengan hitungan teliti (datangnya hari siksaan) untuk mereka.
yauma naḥsyurul-muttaqīna ilar-raḥmāni wafdā
(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat,
wa nasuqul-mujrimīna ilā jahannama wirdā
dan Kami akan menggiring orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga.
lā yamlikunasy-syafā’ata illā manittakhaża ‘indar-raḥmāni ‘ahdā
Mereka tidak berhak mendapat syafaat, (pertolongan) kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi (Allah) Yang Maha Pengasih.
wa qāluttakhażar-raḥmānu waladā
Dan mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.”
laqad ji`tum syai`an iddā
Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar,
takādus-samāwātu yatafaṭṭarna min-hu wa tansyaqqul-arḍu wa takhirrul-jibālu haddā
hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu),’
an da’au lir-raḥmāni waladā
karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
wa mā yambagī lir-raḥmāni ay yattakhiża waladā
Dan tidak mungkin bagi (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
ing kullu man fis-samāwāti wal-arḍi illa ātir-raḥmāni ‘abdā
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba.
laqad aḥṣāhum wa ‘addahum ‘addā
Dia (Allah) benar-benar telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.
wa kulluhum ātīhi yaumal-qiyāmati fardā
Dan setiap orang dari mereka akan datang kepada Allah sendiri-sendiri pada hari Kiamat.
innallażīna āmanu wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti sayaj’alu lahumur-raḥmānu wuddā
Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).
fa innamā yassarnāhu bilisānika litubasysyira bihil-muttaqīna wa tunżira bihī qaumal luddā
Maka sungguh, telah Kami mudahkan (Alquran) itu dengan bahasamu (Muhammad), agar dengan itu engkau dapat memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar engkau dapat memberi peringatan kepada kaum yang membangkang.
wa kam ahlaknā qablahum ming qarn, hal tuḥissu min-hum min aḥadin au tasma’u lahum rikzā
Dan berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka. Adakah engkau (Muhammad) melihat salah seorang dari mereka atau engkau mendengar bisikan mereka?
It takes its name from v. 16.
It was revealed before the migration to Habash. We learn from authentic traditions that Hadrat Ja’afar recited vv. 1-40 of this Surah in the court of Negus when he called the migrants to his court.
We have already briefly referred to the conditions of that period in the introduction to Surah Al-Kahf. Here we shall give a more detailed account of the same conditions, which will be helpful in grasping the meaning of this Surah and the other Surahs of the same period. When the chiefs of the Quraish felt that they had failed to suppress the Islamic movement by ridicule, sarcasm, and by holding out promises and threats and by making false accusations, they resorted to persecution, beating and economic pressure. They would seize new Muslims of their tribes and would persecute, starve and inflict physical torture on them in order to coerce them into giving up Islam. The most pitiful victims of their persecution were the poor people and the slaves and the proteges of the Quraish. They were severely tortured, imprisoned, kept hungry and thirsty, and were dragged on the burning sands of Makkah. The people would get work from the professional laborers but would not pay them their wages. As an illustration we describe below the story of Hadrat Khabbab bin Arat, which is narrated in Bukhari and Muslim :
“I used to work as a blacksmith in Makkah. Once I did some work for As bin Wa’il. When I went to ask for my wages, he said, ‘I will not pay your wages unless you disown Muhammad’.”
In the same connection Hadrat Khabbab says, “One day the Holy Prophet was sitting in the shadow of the Ka’abah. I went to him and said, ‘O Messenger of Allah, now persecution has gone to its extreme; why do you not pray to Allah (for relief)?’ At this the Holy Prophet was greatly moved. He said, ‘The believers before you were persecuted much more than you. Their bones were scraped with combs of iron and their heads were cut with saws, but still they did not give up their Faith. I assure you that Allah will fulfill this Mission, and there will come a period of such peace that one would travel from Sanna to Hadramaut, and he will have no fear from anyone, save Allah. But you people have already become impatient’.” (Bukhari)
When the conditions became unbearable, the Holy Prophet, in the month of Rajab of the fifth year of Prophethood, gave advice to his Companions to this effect: “You may well migrate to Habash, for there is a king, who does not allow any kind of injustice to anyone, and there is good in his land. You should remain there till the time that Allah provides a remedy for your affliction”.
Accordingly, at first, eleven men and four women left for Habash. The Quraish pursued them up to the coast but fortunately they managed to sail for Habash from the sea-port of Shu’aibah, and escape their pursuers. After a few months, other Muslims migrated to Habash and their number rose to eighty-three men and eleven women of the Quraish and seven non-Quraish. Only forty people were left with the Holy Prophet at Makkah.
There was great outrage in Makkah after the migration, as every family of the Quraish were adversely affected. There was hardly a family of the Quraish who did not lose a son, son-in-law, daughter, brother or a sister. Among the migrants were the near relatives of Abu Jahl, Abu Sufyan and other chief of the Quraish who were notorious for their persecution of the Muslims. As a result, some of them became even more bitter in their enmity towards Islam, while others who were so moved by this embraced Islam. For example, the Migration left a deep mark on Hadrat Umar. One of his relatives, Laila, daughter of Hathmah, says, “I was packing my luggage for Migration, while my husband, Amr bin Rabiy’ah, had gone out. In the meantime Umar came there and began to watch me, while I was engaged in preparation for the journey. Then he said, ‘Are you also going to migrate?’ I answered, ‘Yes by God, you people have persecuted us much. But the wide earth of Allah is open for us. Now we are going to a place where Allah will grant us peace’. At this, I noticed such signs of emotion on the face of Umar as I had never seen before. He simply said, ‘May God be with you’ and went away.”
After the migration, the Quraish held consultations, and decided to send Abdullah bin Abi Rabiy’ah (half brother of Abu Jahl), and Amr ibn al-As to Habash with precious gifts to persuade Negus (the Ethiopian King) to send the migrants back to Makkah. Hadrat Umm Salmah (a wife of the Holy Prophet), was among those who immigrated, later related this part of the story in detail. She says, “When these two clever statesmen of the Quraish reached Habash, they distributed the gifts among the courtiers of the King and persuaded them to recommend strongly to him to send the migrants back. Then they saw Negus himself and, presenting rich gifts to him, said, “Some headstrong brats of our city have come to your land and our chiefs have sent us to you with the request that you may kindly send them back. These brats have forsaken our faith and have not embraced your faith either, but have invented a new faith”. As soon as they had finished their speech, all the courtiers recommended their case, saying, “We should send such people back to their city for their people know them better. It is not proper for us to keep them here.” At this the King was annoyed and said, “I am not going to give them back without proper inquiry. As these people have put their trust in my country rather than in any other country and have come here to take shelter, I will not betray them. At first I will send for them and investigate into the allegations these people have made against them. Then I will make my final decision”. Accordingly, the King sent for the Companions of the Holy Prophet and asked them to come to his court.
When the migrants received the message of the King, they assembled and held consultations as to what they should say to the King. At last they came to this unanimous decision: “We will present before the King the teachings of the Holy Prophet without adding to or withholding anything from them, and leave it to him whether he lets us remain here or turns us out of his land”. When they came to the court, the King put this problem abruptly before them:”I understand that you have given up the faith of your forefathers and have neither embraced my faith nor any other existing faith. I would like to know what your new faith is.” At this, Jafar bin Abi Talib, on behalf of the migrants, made an extempore speech to this effect: “O King! We were sunk deep in ignorance and had become very corrupt; then Muhammad (Allah’s peace be upon him) came to us as a Messenger of God, and did his best to reform us. But the Quraish began to persecute his followers, so we have come to your country in the hope that here we will be free from persecution”. After his speech, the King said, “Please recite a piece of the Revelation which has been sent down by God to your Prophet”. In response, Hadrat Jafar recited that portion of Surah Maryam which relates the story of Prophets John and Jesus (Allah’s peace be upon them). The King listened to it and wept, so much so that his beard became wet with tears. When Hadrat Jafar finished the recital, he said:”Most surely this Revelation and the Message of Jesus have come from the same source. By God I will not give you up into the hands of these people”.
Next day \`Amr bin \`As went to Negus and said, “Please send for them again and ask them concerning the creed they hold about Jesus, the son of Mary, for they say a horrible thing about him”. The King again sent for the migrants, who had already learned about the scheme of Amr. They again sat together and held consultations in regard to the answer they should give to the King, if he asked about the belief they held about Prophet Jesus. Though this was a very critical situation and all of them were uneasy about it, they decided that they would say the same thing that Allah and His Messenger had taught them. Accordingly, when they went to the court, the King put them the question that had been suggested by Amr bin As. So Jafar bin Abi Talib stood up and answered without the hesitation: “He was a Servant of Allah and His Messenger. He was a Spirit and a Word of Allah which had been sent to virgin Mary.” At this the King picked up a straw from the ground and said, ‘Bye God, Jesus was not worth this straw more than what you have said about him.” After this the King returned the gifts sent by the Quraish, saying, “I do not take any bribe”. Then he said to the migrants, “You are allowed to stay here in perfect peace.”
Keeping in view this historical background, it becomes quite obvious that this Surah was sent down to serve the migrants as a “provision” for their journey to Habash, as if to say, “Though you are leaving your country as persecuted emigrants to a Christian country, you should not in the least hide anything from the teachings you have received. Therefore, you should plainly say to the Christians that Prophet Jesus was not the son of God.”
After relating the story of Prophets John and Jesus in v?v?\.?\s*[0-9]+\s*-\s*[0-9]+, the story of Prophet Abraham has been related (vv. 41-50) also for the benefit of the Migrants for he also had been forced like them to leave his country by the persecution of his father, his family and his country men. On the one hand, this meant to console the Emigrants that they were following the footsteps of Prophet Abraham and would attain the same good end as that Prophet did. On the other hand, it meant to warn the disbeliever, of Makkah that they should note it well that they were in the position of the cruel people who had persecuted their forefather and leader, Abraham, while the Muslim Emigrants were in the position of Prophet Abraham himself.
Then the mention of the other Prophets has been made in vv. 51-65 with a view to impress that Muhammad (Allah’s peace be upon him) had brought the same way of Life that had been brought by the former Prophets but their followers had become corrupt and adopted wrong ways.
In the concluding passage (vv. 66-98), a strong criticism has been made of the evil ways of the disbelievers of Makkah, while the Believers have been given the good news that they would come out successful and become the beloved of the people, in spite of the worst efforts of the enemies of the Truth.
Surat Maryam yang dalam tulisan arabnya tertulisمريم (baca: Surat Maryam),mempunyai arti surat; Maryam. Maryam merupakan urutan surat dalam Alquran yang ke 19, namun surat ini berada di urutan turun surat Al Quran yang ke 44, dan termasuk golongan surat Makkiyah. Jumlah ayat Surat Maryam adalah 98 ayat. Pada mushaf Madinah, Surat ini dimulai dari halaman ke 305, sampai halaman ke 312. Surat Maryam di awali dengan membaca بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ