Quran Terjemahan Kemenag RI
nūn, wal-qalami wa mā yasṭurụn
Nūn. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan,
mā anta bini’mati rabbika bimajnụn
dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila.
wa inna laka la`ajran gaira mamnụn
Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya.
wa innaka la’alā khuluqin ‘aẓīm
Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.
fa satubṣiru wa yubṣirụn
Maka kelak engkau akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat,
bi`ayyikumul-maftụn
siapa diantara kamu yang gila?
inna rabbaka huwa a’lamu biman ḍalla ‘an sabīlihī wa huwa a’lamu bil-muhtadīn
Sungguh, Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang mendapat petunjuk.
fa lā tuṭi’il-mukażżibīn
Maka janganlah engkau patuhi orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).
waddụ lau tud-hinu fa yud-hinụn
Mereka menginginkan agar engkau bersikap lunak maka mereka bersikap lunak (pula).
wa lā tuṭi’ kulla ḥallāfim mahīn
Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina,
hammāzim masysyā`im binamīm
suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah,
mannā’il lil-khairi mu’tadin aṡīm
yang merintangi segala yang baik, yang melampaui batas dan banyak dosa,
‘utullim ba’da żālika zanīm
yang bertabiat kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya,
ang kāna żā māliw wa banīn
karena dia kaya dan banyak anak.
iżā tutlā ‘alaihi āyātunā qāla asāṭīrul-awwalīn
Apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepadanya, dia berkata, “(Ini adalah) dongeng-dongeng orang dahulu.”
sanasimuhụ ‘alal-khurṭụm
Kelak dia akan Kami beri tanda pada belalai(nya).
innā balaunāhum kamā balaunā aṣ-ḥābal-jannah, iż aqsamụ layaṣrimunnahā muṣbiḥīn
Sungguh, Kami telah menguji mereka (orang musyrik Mekkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari,
wa lā yastaṡnụn
tetapi mereka tidak mengecualikan (dengan mengucapkan, “Insya Allah”).
fa ṭāfa ‘alaihā ṭā`ifum mir rabbika wa hum nā`imụn
Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur.
fa aṣbaḥat kaṣ-ṣarīm
Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita,
fa tanādau muṣbiḥīn
lalu pada pagi hari mereka saling memanggil.
anigdụ ‘alā ḥarṡikum ing kuntum ṣārimīn
“Pergilah pagi-pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik hasil.”
fanṭalaqụ wa hum yatakhāfatụn
Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik.
al lā yadkhulannahal-yauma ‘alaikum miskīn
“Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu.”
wa gadau ‘alā ḥarding qādirīn
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya).
fa lammā ra`auhā qālū innā laḍāllụn
Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, “Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang sesat,
bal naḥnu maḥrụmụn
bahkan kita tak memperoleh apa pun.”
qāla ausaṭuhum a lam aqul lakum lau lā tusabbiḥụn
Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu).”
qālụ sub-ḥāna rabbinā innā kunnā ẓālimīn
Mereka mengucapkan, “Mahasuci Tuhan kami, sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.”
fa aqbala ba’ḍuhum ‘alā ba’ḍiy yatalāwamụn
Lalu mereka saling berhadapan dan saling menyalahkan.
qālụ yā wailanā innā kunnā ṭāgīn
Mereka berkata, “Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas.
‘asā rabbunā ay yubdilanā khairam min-hā innā ilā rabbinā rāgibụn
Mudah-mudahan Tuhan memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.
każālikal-‘ażāb, wa la’ażābul-ākhirati akbar, lau kānụ ya’lamụn
Seperti itulah azab (di dunia). Dan sungguh, azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui.
inna lil-muttaqīna ‘inda rabbihim jannātin na’īm
Sungguh, bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.
a fa naj’alul-muslimīna kal-mujrimīn
Apakah patut Kami memperlakukan orang-orang Islam itu seperti orang-orang yang berdosa (orang kafir)?
mā lakum, kaifa taḥkumụn
Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimana kamu mengambil keputusan?
am lakum kitābun fīhi tadrusụn
Atau apakah kamu mempunyai kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu pelajari?
inna lakum fīhi lamā takhayyarụn
sesungguhnya kamu dapat memilih apa saja yang ada di dalamnya.
am lakum aimānun ‘alainā bāligatun ilā yaumil-qiyāmati inna lakum lamā taḥkumụn
Atau apakah kamu memperoleh (janji-janji yang diperkuat dengan) sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari Kiamat; bahwa kamu dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)?
sal-hum ayyuhum biżālika za’īm
Tanyakanlah kepada mereka, “Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap (keputusan yang diambil itu)?”
am lahum syurakā`, falya`tụ bisyurakā`ihim ing kānụ ṣādiqīn
Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Kalau begitu hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka orang-orang yang benar.
yauma yuksyafu ‘an sāqiw wa yud’auna ilas-sujụdi fa lā yastaṭī’ụn
(Ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka diseru untuk bersujud; maka mereka tidak mampu,
khāsyi’atan abṣāruhum tar-haquhum żillah, wa qad kānụ yud’auna ilas-sujụdi wa hum sālimụn
pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan. Dan sungguh, dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan).
fa żarnī wa might yukażżibu bihāżal-ḥadīṡ, sanastadrijuhum min ḥaiṡu lā ya’lamụn
Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Alquran). Kelak akan Kami hukum mereka berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui,
wa umlī lahum, inna kaidī matīn
dan Aku memberi tenggang waktu kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh.
am tas`aluhum ajran fa hum mim magramim muṡqalụn
Ataukah engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka, sehingga mereka dibebani dengan hutang?
am ‘indahumul-gaibu fa hum yaktubụn
Ataukah mereka mengetahui yang gaib, lalu mereka menuliskannya?
faṣbir liḥukmi rabbika wa lā takung kaṣāḥibil-ḥụt, iż nādā wa huwa makẓụm
Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan ketika dia berdoa dengan hati sedih.
lau lā an tadārakahụ ni’matum mir rabbihī lanubiża bil-‘arā`i wa huwa mażmụm
Sekiranya dia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, pastilah dia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela.
fajtabāhu rabbuhụ fa ja’alahụ minaṣ-ṣāliḥīn
Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang yang saleh.
wa iy yakādullażīna kafarụ layuzliqụnaka bi`abṣārihim lammā sami’uż-żikra wa yaqụlụna innahụ lamajnụn
Dan sungguh, orang-orang kafir itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan mata mereka, ketika mereka mendengar Alquran dan mereka berkata, “Dia (Muhammad) itu benar-benar orang gila.”
wa mā huwa illā żikrul lil-‘ālamīn
Padahal Alquran itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam.
This Surah is called Nun as well as Al-Qalam, the words with which it begins.
This too is one of the earliest surahs to be revealed at Makkah, but its subject matter shows that it was sent down at the time when opposition to the Holy Prophet (upon whom be peace) had grown very harsh and tyrannical.
It consists of three themes: Replies to the opponents objections, administration of warning and admonition to them, and exhortation to the Holy Prophet (upon whom be peace) to patience and constancy.
At the outset, the Holy Prophet has been addressed, to the effect: “The disbelievers call you a madman whereas the Book that you are presenting and the sublime conduct that you practice, are by themselves sufficient to refute their false accusations. Soon they will see as to who was mad and who was sane; therefore, do not at all yield to the din of opposition being kicked up against you, for all this is actually meant to cow you and make you resort to a compromise with them.”
Then, in order to enlighten the common people the character of a prominent man from among the opponents, whom the people of Makkah fully well recognized, has been presented, without naming him:At that time, the Holy Prophet’s pure and sublime conduct was before them, and every discerning eye could also see what sort of character and morals were possessed by the chiefs of Makkah, who were leading the opposition against him.
Then, in vv. 17-33, the parable of the owners of a garden has been presented, who after having been blessed by Allah turned ungrateful to Him, and did not heed the admonition of the best man among them when it was given them. Consequently, they were deprived of the blessing and they realized this, when all they had lay devastated. With this parable the people of Makkah have been warned to the effect:”With the appointment of the Holy Prophet (upon whom be peace) to Prophethood, you, O people of Makkah, too, have been put to a test similar to the one to which the owners of the garden had been put. If you do not listen to him, you too will be afflicted with a punishment in the world, and the punishment of the Hereafter is far greater.”
Then, in vv. 34-47 continuously, the disbelievers have been admonished, in which the address sometimes turns to them directly and sometimes they are warned through the Holy Prophet (upon whom be peace). A summary of what has been said in this regard, is this: Well being in the Hereafter inevitably belongs to those who spend their lives in the world in full consciousness of God. It is utterly against reason that the obedient servants should meet in the Hereafter the same fate as the guilty. There is absolutely no basis of the disbelievers misunderstanding that God will treat them in the manner they choose for themselves, whereas they have no guarantee for this. Those who are being called upon to bow before God in the world and they refuse to do so, would be unable to prostrate themselves on the Day of Resurrection even if they wanted to do so, and thus would stand disgraced and condemned. Having denied the Qur’an they cannot escape Divine punishment. The rein they are being
given, has deluded them. They think that since they are not being punished in spite of their denial, they must be on the right path, whereas they are following the path of ruin. They have no reasonable ground for opposing the Messenger, for he is a preacher without any vested interest: he is not asking any reward of them for himself, and they cannot either make the claim that they know with certainty that he is not a true Messenger, nor that what he says is false.
In conclusion, the Holy Prophet (upon whom be peace) has been exhorted to the effect:”Bear with patience the hardships that you may have to face in the way of preaching the Faith till Allah’s judgment arrives, and avoid the impatience which caused suffering and affliction to the Prophet Jonah (peace be on him).”