Quran Terjemahan Kemenag RI
alif lām mīm
Alif Lām Mīm.
gulibatir-rụm
Bangsa Romawi telah dikalahkan,
fī adnal-arḍi wa hum mim ba’di galabihim sayaglibụn
di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang,
fī biḍ’i sinīn, lillāhil-amru ming qablu wa mim ba’d, wa yauma`iżiy yafraḥul-mu`minụn
dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah lah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
binaṣrillāh, yanṣuru could yasyā`, wa huwal-‘azīzur-raḥīm
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa, Maha Penyayang.
wa’dallāh, lā yukhlifullāhu wa’dahụ wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya’lamụn
(Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
ya’lamụna ẓāhiram minal-ḥayātid-dun-yā wa hum ‘anil-ākhirati hum gāfilụn
Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.
a wa lam yatafakkarụ fī anfusihim, mā khalaqallāhus-samāwāti wal-arḍa wa mā bainahumā illā bil-ḥaqqi wa ajalim musammā, wa inna kaṡīram minan-nāsi biliqā`i rabbihim lakāfirụn
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya banyak di antara manusia benar-benar mengingkari pertemuan dengan Tuhannya.
a wa lam yasīrụ fil-arḍi fa yanẓurụ kaifa kāna ‘āqibatullażīna ming qablihim, kānū asyadda min-hum quwwataw wa aṡārul-arḍa wa ‘amarụhā akṡara mimmā ‘amarụhā wa jā`at-hum rusuluhum bil-bayyināt, fa mā kānallāhu liyaẓlimahum wa lāking kānū anfusahum yaẓlimụn
Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya melebihi apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas. Maka Allah sama sekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri.
ṡumma kāna ‘āqibatallażīna asā`us-sū`ā ang każżabụ bi`āyātillāhi wa kānụ bihā yastahzi`ụn
Kemudian, azab yang lebih buruk adalah kesudahan bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan. Karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-olokkannya.
allāhu yabda`ul-khalqa ṡumma yu’īduhụ ṡumma ilaihi turja’ụn
Allah yang memulai penciptaan (makhluk), kemudian mengulanginya kembali; kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.
wa yauma taqụmus-sā’atu yublisul-mujrimụn
Dan pada hari (ketika) terjadi Kiamat, orang-orang yang berdosa (kaum musyrik) terdiam berputus asa.
wa lam yakul lahum min syurakā`ihim syufa’ā`u wa kānụ bisyurakā`ihim kāfirīn
Dan tidak mungkin ada pemberi syafaat (pertolongan) bagi mereka dari berhala-berhala mereka, sedangkan mereka mengingkari berhala-berhala mereka itu.
wa yauma taqụmus-sā’atu yauma`iżiy yatafarraqụn
Dan pada hari (ketika) terjadi Kiamat, pada hari itu manusia terpecah-pecah (dalam kelompok).
fa ammallażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti fa hum fī rauḍatiy yuḥbarụn
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira.
wa ammallażīna kafarụ wa każżabụ bi`āyātinā wa liqā`il-ākhirati fa ulā`ika fil-‘ażābi muḥḍarụn
Sedangkan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami serta (mendustakan) pertemuan hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam azab (neraka).
fa sub-ḥānallāhi ḥīna tumsụna wa ḥīna tuṣbiḥụn
Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari (waktu subuh),
wa lahul-ḥamdu fis-samāwāti wal-arḍi wa ‘asyiyyaw wa ḥīna tuẓ-hirụn
dan segala puji bagi-Nya di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur (tengah hari).
yukhrijul-ḥayya minal-mayyiti wa yukhrijul-mayyita minal-ḥayyi wa yuḥyil-arḍa ba’da mautihā, wa każālika tukhrajụn
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi setelah mati (kering). Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).
wa min āyātihī an khalaqakum min turābin ṡumma iżā antum basyarun tantasyirụn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja’ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
wa min āyātihī khalqus-samāwāti wal-arḍi wakhtilāfu alsinatikum wa alwānikum, inna fī żālika la`āyātil lil-‘ālimīn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
wa min āyātihī manāmukum bil-laili wan-nahāri wabtigā`ukum min faḍlih, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yasma’ụn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.
wa min āyātihī yurīkumul-barqa khaufaw wa ṭama’aw wa yunazzilu minas-samā`i mā`an fa yuḥyī bihil-arḍa ba’da mautihā, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy ya’qilụn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkannya bumi setelah mati (kering). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mengerti.
wa min āyātihī an taqụmas-samā`u wal-arḍu bi`amrih, ṡumma iżā da’ākum da’watam minal-arḍi iżā antum takhrujụn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar (dari kubur).
wa lahụ man fis-samāwāti wal-arḍ, kullul lahụ qānitụn
Dan milik-Nya apa yang di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.
wa huwallażī yabda`ul-khalqa ṡumma yu’īduhụ wa huwa ahwanu ‘alaīh, wa lahul-maṡalul-a’lā fis-samāwāti wal-arḍ, wa huwal-‘azīzul-ḥakīm
Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
ḍaraba lakum maṡalam min anfusikum, hal lakum mimmā malakat aimānukum min syurakā`a fī mā razaqnākum fa antum fīhi sawā`un takhāfụnahum kakhīfatikum anfusakum, każālika nufaṣṣilul-āyāti liqaumiy ya’qilụn
Dia membuat perumpamaan bagimu dari dirimu sendiri. Apakah (kamu rela jika) ada di antara hamba sahaya yang kamu miliki, menjadi sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sehingga kamu menjadi setara dengan mereka dalam hal ini, lalu kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada sesamamu. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengerti.
balittaba’allażīna ẓalamū ahwā`ahum bigairi ‘ilm, fa could yahdī man aḍallallāh, wa mā lahum min nāṣirīn
Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi mereka.
fa aqim waj-haka lid-dīni ḥanīfā, fiṭratallāhillatī faṭaran-nāsa ‘alaihā, lā tabdīla likhalqillāh, żālikad-dīnul qayyimu wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya’lamụn
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
munībīna ilaihi wattaqụhu wa aqīmuṣ-ṣalāta wa lā takụnụ minal-musyrikīn
dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
minallażīna farraqụ dīnahum wa kānụ syiya’ā, kullu ḥizbim bimā ladaihim fariḥụn
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.
wa iżā massan-nāsa ḍurrun da’au rabbahum munībīna ilaihi ṡumma iżā ażāqahum min-hu raḥmatan iżā farīqum min-hum birabbihim yusyrikụn
Dan apabila manusia ditimpa oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali (bertobat) kepada-Nya, kemudian apabila Dia memberikan sedikit rahmat-Nya kepada mereka, tiba-tiba sebagian mereka mempersekutukan Allah,
liyakfurụ bimā ātaināhum, fa tamatta’ụ, fa saufa ta’lamụn
biarkan mereka mengingkari rahmat yang telah Kami berikan. Dan bersenang-senanglah kamu, maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu).
am anzalnā ‘alaihim sulṭānan fa huwa yatakallamu bimā kānụ bihī yusyrikụn
Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, yang menjelaskan (membenarkan) apa yang (selalu) mereka persekutukan dengan Tuhan?
wa iżā ażaqnan-nāsa raḥmatan fariḥụ bihā, wa in tuṣib-hum sayyi`atum bimā qaddamat aidīhim iżā hum yaqnaṭụn
Dan apabila Kami berikan suatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa.
a wa lam yarau annallāha yabsuṭur-rizqa limay yasyā`u wa yaqdir, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yu`minụn
Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia (pula) yang membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang beriman.
fa āti żal-qurbā ḥaqqahụ wal-miskīna wabnas-sabīl, żālika khairul lillażīna yurīdụna waj-hallāhi wa ulā`ika humul-mufliḥụn
Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
wa mā ātaitum mir ribal liyarbuwa fī amwālin-nāsi fa lā yarbụ ‘indallāh, wa mā ātaitum min zakātin turīdụna waj-hallāhi fa ulā`ika humul-muḍ’ifụn
Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
allāhullażī khalaqakum ṡumma razaqakum ṡumma yumītukum ṡumma yuḥyīkum, hal min syurakā`ikum could yaf’alu min żālikum min syaī`, sub-ḥānahụ wa ta’ālā ‘ammā yusyrikụn
Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah yang dapat berbuat hal yang demikian? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.
ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba’ḍallażī ‘amilụ la’allahum yarji’ụn
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
qul sīrụ fil-arḍi fanẓurụ kaifa kāna ‘āqibatullażīna ming qabl, kāna akṡaruhum musyrikīn
Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
fa aqim waj-haka liddīnil-qayyimi ming qabli ay ya`tiya yaumul lā maradda lahụ minallāhi yauma`iżiy yaṣṣadda’ụn
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari (Kiamat) yang tidak dapat ditolak, pada hari itu mereka terpisah-pisah.
mang kafara fa ‘alaihi kufruh, wa man ‘amila ṣāliḥan fa li`anfusihim yam-hadụn
Barangsiapa kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya; dan barangsiapa mengerjakan kebajikan maka mereka menyiapkan untuk diri mereka sendiri (tempat yang menyenangkan),
liyajziyallażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti min faḍlih, innahụ lā yuḥibbul-kāfirīn
agar Allah memberi balasan (pahala) kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dari karunia-Nya. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar (kafir).
wa min āyātihī ay yursilar-riyāḥa mubasysyirātiw wa liyużīqakum mir raḥmatihī wa litajriyal-fulku bi`amrihī wa litabtagụ min faḍlihī wa la’allakum tasykurụn
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan agar kamu merasakan sebagian dari rahmat-Nya dan agar kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) agar kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.
wa laqad arsalnā ming qablika rusulan ilā qaumihim fa jā`ụhum bil-bayyināti fantaqamnā minallażīna ajramụ, wa kāna ḥaqqan ‘alainā naṣrul-mu`minīn
Dan sungguh, Kami telah mengutus sebelum engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.
allāhullażī yursilur-riyāḥa fa tuṡīru saḥāban fa yabsuṭuhụ fis-samā`i kaifa yasyā`u wa yaj’aluhụ kisafan fa taral-wadqa yakhruju min khilālih, fa iżā aṣāba bihī could yasyā`u min ‘ibādihī iżā hum yastabsyirụn
Allah lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira.
wa ing kānụ ming qabli ay yunazzala ‘alaihim ming qablihī lamublisīn
Padahal sebelum hujan diturunkan kepada mereka, sungguh mereka benar-benar telah berputus asa.
fanẓur ilā āṡāri raḥmatillāhi kaifa yuḥyil-arḍa ba’da mautihā, inna żālika lamuḥyil mautā, wa huwa ‘alā kulli syai`ing qadīr
Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
wa la`in arsalnā rīḥan fa ra`auhu muṣfarral laẓallụ mim ba’dihī yakfurụn
Dan sungguh, jika Kami mengirimkan angin lalu mereka melihat (tumbuh-tumbuhan itu) menjadi kuning (kering), niscaya setelah itu mereka tetap ingkar.
fa innaka lā tusmi’ul-mautā wa lā tusmi’uṣ-ṣummad-du’ā`a iżā wallau mudbirīn
Maka sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka berpaling ke belakang.
wa mā anta bihādil-‘umyi ‘an ḍalālatihim, in tusmi’u illā could yu`minu bi`āyātinā fa hum muslimụn
Dan engkau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan engkau tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) kecuali kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, maka mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).
allāhullażī khalaqakum min ḍa’fin ṡumma ja’ala mim ba’di ḍa’fing quwwatan ṡumma ja’ala mim ba’di quwwatin ḍa’faw wa syaibah, yakhluqu mā yasyā`, wa huwal-‘alīmul-qadīr
Allah lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.
wa yauma taqụmus-sā’atu yuqsimul-mujrimụna mā labiṡụ gaira sā’ah, każālika kānụ yu`fakụn
Dan pada hari (ketika) terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja). Begitulah dahulu mereka dipalingkan (dari kebenaran).
wa qālallażīna ụtul-‘ilma wal-īmāna laqad labiṡtum fī kitābillāhi ilā yaumil-ba’ṡi fa hāżā yaumul-ba’ṡi wa lākinnakum kuntum lā ta’lamụn
Dan orang-orang yang diberi ilmu dan keimanan berkata (kepada orang-orang kafir), “Sungguh, kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit. Maka inilah hari berbangkit itu, tetapi (dahulu) kamu tidak meyakini(nya).”
fa yauma`iżil lā yanfa’ullażīna ẓalamụ ma’żiratuhum wa lā hum yusta’tabụn
Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) permintaan maaf orang-orang yang zalim, dan mereka tidak pula diberi kesempatan bertobat lagi.
wa laqad ḍarabnā lin-nāsi fī hāżal-qur`āni ming kulli maṡal, wa la`in ji`tahum bi`āyatil layaqụlannallażīna kafarū in antum illā mubṭilụn
Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan kepada manusia segala macam perumpamaan dalam Alquran ini. Dan jika engkau membawa suatu ayat kepada mereka, pastilah orang-orang kafir itu akan berkata, “Kamu hanyalah orang-orang yang membuat kepalsuan belaka.”
każālika yaṭba’ullāhu ‘alā qulụbillażīna lā ya’lamụn
Demikianlah Allah mengunci hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.
faṣbir inna wa’dallāhi ḥaqquw wa lā yastakhiffannakallażīna lā yụqinụn
Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sungguh, janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau.
The Surah takes its name Ar-Rum from the second verse in which the words ghulibat-ir-Rum have occurred.
The period of the revelation of this Surah is determined by the historical event that has been mentioned at the outset. It says: “The Romans have been vanquished in the neighboring land.”In those days the Byzantine occupied territories adjacent to Arabia were Jordan, Syria and Palestine, and in these territories the Romans were completely overpowered by the Iranians in 615 A.D. Therefore, it can be said with absolute certainty that this Surah was sent down in the same year, and this was the year in which the migration to Habash took place.
The prediction made in the initial verses of this Surah is one of the most outstanding evidences of the Quran’s being the Word of Allah and the Holy Prophet Muhammad being a true Messenger of Allah. Let us have a look at the historical background relevant to the verses.
Eight years before the advent of the Holy Prophet, the Byzantine Emperor Maurice was overthrown by Phocus, who captured the throne and became king. Phocus executed the five sons of Maurice in front of him, and then had the Emperor killed and hung their heads on a thoroughfare in Constantinople. A few days later he had the empress and her three daughters also put to death. This event provided Khusrau Parvez, the Sassanid King of Iran with a good excuse to attack Byzantium. Emperor Maurice had been his benefactor; with who’s help he had got the throne of Iran. Khusrau therefore declared that he would avenge his godfather’s murder and that of his children. He started the war against Byzantium in 603 A.D. and within a few years, putting the Phocus armies to rout in succession, he reached Edessa (modern, Urfa) in Asia Minor, on the one hand, and Aleppo and Antioch in Syria, on the other. When the Byzantine ministers saw that Phocus could not save the country, they sought the African governor’s help, who sent his son, Heraclius, to Constantinople with a strong fleet. Phocus was immediately deposed and Heraclius made emperor. He treated Phocus as he had treated Maurice. This happened in 610 A. D., the year the Holy Prophet was appointed to Prophethood.
The moral excuse for which Khusrau Parvez had started the war was no more valid after the deposition and death of Phocus. Had the object of his war really been to avenge the murder of his ally on Phocus for his cruelty, he would have come to terms with the new Emperor after the death of Phocus. But he continued the war, and gave it the color of a crusade between Zoroastrianism and Christianity. The sympathies of the Christian sects (i. e. Nestorians and Jacobians, etc.) which had been excommunicated by the Roman ecclesiastical authority and tyrannized for years also went with the Magian (Zoroastrian) invaders, and the Jews also joined hands with them; so much so that the number of the Jews who enlisted in Khusrau’s army rose up to 26,000.
Heraclius could not stop this storm. The very first news that he received from the East after ascending the throne was that of the Iranian occupation of Antioch. After this Damascus fell in 613 A. D. Then in 614 A.D. the Iranians occupying Jerusalem played havoc with the Christian world. Ninety thousand Christians were massacred and the Holy Sepulcher was desecrated. The Original Cross on which, according to the Christian belief, Jesus had died was seized and carried to Mada’in. The chief priest Zacharia was taken prisoner and all the important churches of the city were destroyed. How puffed up was Khusrau Parvez at this victory can be judged from the letter that he wrote to Heraclius from Jerusalem. He wrote: “From Khusrau, the greatest of all gods, the master of the whole world: To Heraclius, his most wretched and most stupid servant: You say that you have trust in your Lord. why didn’t then your Lord save Jerusalem from me?”
Within a year after this victory the Iranian armies over-ran Jordan, Palestine and the whole of the Sinai Peninsula, and reached the frontiers of Egypt. In those very days another conflict of a far greater historical consequence was going on in Makkah. The believers in One God, under the leadership of the Prophet Muhammad (may Allah’s peace be upon him), were fighting for their existence against the followers of shirk under the command of the chiefs of the Quraish, and the conflict had reached such a stage that in 615 A. D., a substantial number of the Muslims had to leave their homes and take refuge with the Christian kingdom of Habash, which was an ally of the Byzantine Empire. In those days the Sassanid victories against Byzantium were the talk of the town, and the pagans of Makkah were delighted and were taunting the Muslims to the effect: “Look the fire worshipers of Iran are winning victories and the Christian believers in Revelation and Prophethood are being routed everywhere. Likewise, we, the idol worshipers of Arabia, will exterminate you and your religion.”
These were the conditions when this Surah of the Quran was sent down, and in it a prediction was made, saying:”The Romans have been vanquished in the neighboring land and within a few years after their defeat, they shall be victorious. And it will be the day when the believers will rejoice in the victory granted by Allah.” It contained not one but two predictions: First, the Romans shall be victorious; and second, the Muslims also shall win a victory at the same time. Apparently, there was not a remote chance of the fulfillment of the either prediction in the next few years. On the one hand, there were a handful of the Muslims, who were being beaten and tortured in Makkah, and even till eight years after this prediction there appeared no chance of their victory and domination. On the other, the Romans were losing more and more ground every next day. By 619 A. D. the whole of Egypt had passed into Sassanid hands and the Magian armies had reached as far as Tripoli. In Asia Minor they beat and pushed back the Romans to Bosporus, and in 617 A. D. they captured Chalcedon (modern, Kadikoy) just opposite Constantinople. The Emperor sent an envoy to Khusrau, praying that he was ready to have peace on any terms, but he replied, “I shall not give protection to the emperor until he is brought in chains before me and gives up obedience to his crucified god and adopts submission to the fire god.” At last, the Emperor became so depressed by defeat that he decided to leave Constantinople and shift to Carthage (modern, Tunis). In short, as the British historian Gibbon says, even seven to eight years after this prediction of the Quran, the conditions were such that no one could even imagine that the Byzantine Empire would ever gain an upper hand over Iran. Not to speak of gaining domination, no one could hope that the Empire, under the circumstances, would even survive.
bid\`i sinin, and the word bid\` in Arabic applies to a number upto ten. Therefore, make the bet for ten years and increase the number of camels to a hundred.” So, Hadrat Abu Bakr spoke to Ubayy again and bet a hundred camels for ten years.
In 622 A. D. as the Holy Prophet migrated to Madinah, the Emperor Heraclius set off quietly for Trabzon from Constantinople via the Black Sea and started preparations to attack Iran from rear. For this he asked the Church for money, and Pope Sergius lent him the Church collections on interest, in a bid to save Christianity from Zoroastrianism. Heraclius started his counter attack in 623 A. D. from Armenia. Next year, in 624 A. D., he entered Azerbaijan and destroyed Clorumia, the birthplace of Zoroaster, and ravaged the principal fire temple of Iran. Great are the powers of Allah, this was the very year when the Muslims achieved a decisive victory at Badr for the first time against the mushriks. Thus both the predictions made in Surah Rum were fulfilled simultaneously within the stipulated period of ten years.
The Byzantine forces continued to press the Iranians hard and in the decisive battle at Nineveh (627 A.D.) they dealt them the hardest blow. They captured the royal residence of Dastagerd, and then pressing forward reached right opposite to Ctesiphon, capital of Iran in those days. In 628 A. D. in an internal revolt, Khusrau Parvez was imprisoned and 18 of his sons were executed in front of him and a few days later he himself died in the prison. This was the year when the peace treaty of Hudaibiya was concluded, which the Quran has termed as “the supreme victory”, and in this very year Khusrau’s son, Qubad II, gave up all the occupied Roman territories, restored the True Cross and made peace with Byzantium. In 628 A. D., the Emperor himself went to Jerusalem to install the “Holy Cross” in its place, and in the same year the Holy Prophet entered Makkah for the first time after the Hijrah to perform the \`Umra-tul-Qada’.
After this no one could have any doubt about the truth of the prophecy of the Quran, with the result that most of the Arab polytheists accepted Islam. The heirs of Ubayy bin Khalaf lost their bet and had to give a hundred camels to Hadrat Abu Bakr Siddiq. He took them before the Holy Prophet, who ordered that they be given away in charity, because the bet had been made at a time when gambling had not yet been forbidden by the Shari\`ah ; now it was forbidden. Therefore, the bet was allowed to be accepted from the belligerent disbelievers, but instruction given that it should be given away in charity and should not be brought in personal use.
The discourse begins with the theme that the Romans have been overcome and the people the world over think that the empire is about to collapse, but the fact is that within a few years the tables will be turned and the vanquished will again become victorious.
This introductory theme contains the great truth that man is accustomed to seeing only what is apparent and superficial. That which is behind the apparent and superficial he does not know. When in the petty matters of life, this habit to see only the apparent and superficial can lead man to misunderstandings and miscalculations, and when he is liable to make wrong estimates only due to lack of knowledge about “what will happen tomorrow”, how stupendous will be his error if he risks his whole life-activity by placing reliance only upon what is visible and apparent with respect to his worldly life as a whole.
In this connection, the Signs of the universe which have been presented as evidence to prove the doctrine of the Hereafter arc precisely the same which support the doctrine of Tauhid. Therefore from verse 28 onward, the discourse turns to the affirmation of Tauhid and the refutation of shirk, and it is stressed that the natural way of life for man is none else but to serve One God exclusively. Shirk is opposed to the nature of the universe as to the nature of man. Therefore, whenever man has adopted this deviation, chaos has resulted. Again here, an allusion has been made to the great chaos that had gripped the world on account of the war between the two major powers of the time, and it has been indicated that this chaos too, is the result of shirk, and all the nations who were ever involved in mischief and chaos in the history of mankind were also mushriks.
In conclusion, a parable has been presented to make the people understand that just as dead earth comes to life, all of a sudden, by a shower of rain sent by God and swells with vegetation and plant life, so is the case with the dead humanity. When God sends a shower of His mercy in the form of Revelation and Prophethood, it also gives a new life to mankind and causes it to grow and develop and flourish. Therefore: “If you take full advantage of this opportunity, the barren land of Arabia will bloom by Allah’s mercy and the whole advantage will be your. But if you do not take advantage of it, you will harm only your selves. Then no regret will avail and no opportunity will be provided to make amends.”
Surat Ar Rum yang dalam tulisan arabnya tertulisالروم (baca: Ar Rum),mempunyai arti surat; Romawi. Ar Rum merupakan urutan surat dalam Alquran yang ke 30, namun surat ini berada di urutan turun surat Al Quran yang ke 84, dan termasuk golongan surat Makkiyah. Jumlah ayat Surat Ar Rum adalah 60 ayat. Pada mushaf Madinah, Surat ini dimulai dari halaman ke 404, sampai halaman ke 410. Surat Ar Rum di awali dengan membaca بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ